Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kurban dan Melepas Kemelekatan

  • Oleh ANTARA
  • 29 Juni 2023 - 16:00 WIB

BORNEONEWS, Bondowoso  - Lafal takbir, tahlil, dan tahmid berkumandang di seluruh dunia, mulai dari Rabu, 28 Juni 2023.

Kumandang itu bersamaan dengan umat Islam yang sedang merayakan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban. Hari raya ini merupakan momentum napak tilas dan refleksi atas peristiwa sejarah Nabi Ibrahim a.s. bersama putranya Nabi Ismail a.s.

Suatu ketika Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah Swt. untuk menyembelih Ismail, putra tersayang dan hanya satu-satunya. Mendapat perintah itu Nabi Ibrahim tidak lantas semena-mena pada sang putra. Ia memilih jalan bercerita kemudian meminta pendapat Nabi Ismail. Luar biasa, Nabi Ismail mempersilakan bapaknya untuk segera menjalankan perintah itu. Keikhlasan Ibrahim dan Ismail menerima dan menjalankan perintah itu, kemudian oleh Allah dilimpahi keselamatan. Saat hendak disembelih, Ismail kemudian diganti oleh Allah Swt. dengan seekor kambing. Karena itu, kemudian, dalam ajaran Islam, tidak pernah ada perintah orang tua untuk menyembelih anaknya. Kurban cukup dilakukan dengan menyembelih sapi, kambing, atau unta.

Banyak kalangan yang memaknai peristiwa itu bukan sekadar sejarah mengenai kepatuhan dua orang nabi, yakni Ibrahim dan Ismail, dalam menjalankan perintah Allah.

Peristiwa itu mengandung pesan bahwa umat manusia harus melepas keterikatan dengan segala sesuatu, walaupun itu adalah anak yang kita cintai. Semua yang kita miliki dalam kehidupan ini hanyalah titipan dari Allah untuk kita pelihara dan rawat.

Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail itu sejatinya adalah perintah untuk menyembelih rasa kepemilikan kita terhadap anak dan segala hal yang selama ini telah dikukuhkan sebagai seolah-olah milik kita.

Kalau saat ini Umat Islam mengerjakan perintah berkurban sapi, kambing, atau unta, itu juga dalam rangka melepas kemelekatan kita terhadap harta benda yang secara "logika dualitas" merupakan hasil jerih payah ikhtiar kita.

Lewat peristiwa kurban ini, Allah ingin mengingatkan kita bahwa semua kepemilikan terhadap segala sesuatu hanya ilusi. Kalau "logika dualitas" meneguhkan rasa kepemilikan dengan pertimbangan kita yang mengusahakan segala sesuatu itu sehingga terkumpul menjadi milik kita, bagi kaum spiritual, sesungguhnya itu hanya tipuan logika. Semua adalah semata-mata pemberian dari Allah, dan ego diri mengelabui dengan pandangan seolah-olah semua itu adalah karena hasil ikhtiar kita.

Terkait melepas kemelekatan, diktum ini sebetulnya mengajak kita agar merdeka, dengan sandaran satu-satunya hanyalah kepada Allah yang Maha Agung. Sandaran kepada harta, jabatan, anak, famili, dan lainnya, hanyalah tipuan yang membuat jiwa kita melekat pada rasa kepemilikan.

Dalam ujaran yang lain disebutkan bahwa setiap kita adalah Ibrahim dan Ismailnya adalah apa yang selama ini kita daku sebagai milik kita: bisa harta, jabatan, gelar, dan lainnya. Semua yang semu itu harus kita sembelih setiap saat agar jiwa kita merdeka. Kita datang ke dunia tanpa membawa apa pun dan kelak kembali ke asal (penciptaan) juga harusnya tanpa membawa apa-apa, termasuk jiwa yang melekat pada harta, jabatan, gelar, dan lainnya yang selama ini tumbuh subur terpupuk oleh ego.


TAGS:

Berita Terbaru