Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Benarkah Penegak Hukum Jadi Alat Pengusaha Kasus Gusti Gelombang Jadi Jawabannya

  • 10 Februari 2016 - 21:26 WIB

 

GUSTI Gelombang yang kini menjadi Ketua KoperasiKompak Maju Bersama itu benar-benar menjadi pesakitan. Ia merasa prihatin dengan derita yang ditanggung anggota koperasi yang  dipimpinnya.

 

'Mereka menanggung derita, yaitu harus mengangsur  kredit Bank Niaga senilai Rp66,4 miliar. Kredit yang tidak pernah mereka tandatangani,' kata Gusti Gelombang di balik jerujibesi Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, saat menunggu jadwal sidang, Kamis(4/02/2016) lalu. Kamis (11/02/2016) besuk pagi, ia akan kembali  menjalani sidang lanjutan perkara ini.

 

Ia menceritakan, selama sekian lama dipingpong ke sana-kemari oleh petugas di kantor polisi saat mau melaporkan tindak pidana pemalsuan tandatangan oleh pihak perusahaan bersama pegurus koperasi terdahulu dalam mencairkan kredit Rp66,4 miliar itu. Mulai dari Polsek Kotawaringin Lama, Polres Kotawaringin Barat,  Polda Kalimantan Tengah hingga ke Mabes Polri. 'Tak ada yang mau menerima laporan atas tindak pidana itu,' katanya.

 

Saking sudah putus asa, mau kemana mengadu, Gusti Gelombang datang ke Komisi IV DPR-RI, ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). 'Bahkan saking bingungnya mencari keadilan, saya curhat ke Komisi Yudisial. Saya diterima oleh anggota Komisi Yudisial Pak Imam Anshori Saleh. Saya curhat, begini sulitnya rakyat kecil dari pedalaman Kalimantan Tengah mencari keadilan.'

  

Dasar apes, belum ketemu jalan mengadukan persoalan yang membelenggu anggota koperasi yang dipimpinnya, eh malah justru Gusti Gelombang yang jadi tersangka.  Ia kaget ketika dirinya tiba-tiba ditetapkan oleh Polres Kotawaringin Barat (Kobar) sebagai tersangka.  Foto-foto dirinya di pasang di warung-warung, di pohon-pohon di desanya. Ia dinyatakan buron.

 

'Kembali saya kebingungan. Lalu saya minta nasehat ke teman-teman di Bogor.  Belum tuntas saya mendapat nasehat dari teman-teman, ternyata Polres Kobar keburu mengendus keberadaan saya di Bogor. Polres Kobar mengerahkan sekitar 30 personil untuk menangkap saya.'

 

Dari sinilah Gusti Gelombang menyadari,  bahwa prinsip warga negara punya hak yang sama dan harus diperlakukan sama di muka hukum' ternyata tidak berlaku. 'Saya buktikan sendiri. Saya melaporkan tindak pidana Rp66,4 miliar dari Polsek hingga Mabes Polri, tidak ada yang memproses.  Tetapi  hanya atas laporan tuduhan penggelapan Rp8juta oleh PT Bumitama Gunajaya Abadi (BGA), Polres Kobar mengerahkan 30-an personil ke Bogor untuk menangkap saya. Dan saya sekarang diadili. Nah, terserah sampeyan, penegak hukum berpihak ke siapa..'

 

Persisnya bagaimana cerita ini Berikut ini kronologi sebagaimana dibacakan dalam eksepsi Gusti Gelombang di persidangan Pengadilan Negeri Pangkalan Bun.

 

Tanggal 15 Februari2015

Gusti Gelombang  melaporkan kasus pemalsuan tanda tangan proses pengajuan kredit di Bank Niaga kepada Kapolsek Kotawaringin Lama, Tri Widodo. Tetapi ditolak dan disarankan melapor ke Polres Kobar.

 

 

Tanggal 16 Februari2015

Masyarakat Desa Kinjil dan Sukajaya, Kecamatan Kotawaringin Lama menemani Gusti Gelombang ke Polres Kobar. Di Polres tersebut, Gusti Gelombang mewakili warga bertemu dengan Bapak Yellis dan lalu diarahkan untuk bertemu dengan Ka. SPKT untuk dibuatkan laporannya. Di ruangan Ka. SPKT, Gusti menemui Bapak Sembiring dengan membawa berkas laporannya. Namun pada saat itu Bapak Sembiring meminta atau menanyakan surat-surat yang asli dari berkas laporannya. Kemudian, Gusti menyatakan bahwa berkas laporannya hanya diberikan copy-nya saja oleh Bank Niaga. Pak Sembiringpun minta, tidak perlu warga ikut ramai-ramai melaporkan hal itu. Selain itu, kasus tersebut masih ditangani tim terpadu serta belum ada rekomendasi dari tim terpadu bahwa kasus tersebut masuk ke dalam ranah hukum.

 

Tanggal 28 April2015

Delapan orang warga Desa Kinjil dan Sukajaya didampingi oleh Direktur Walhi Kalimantan Tengah mendatangi Polda Kalimantan Tengah. Semuanya di ruangan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda untuk menyampaikan secara lisan kronologis kejadian pemalsuan tanda tangan, dan  proses pengajuan kredit ke Bank Niaga. Dari hasil penyampaian lisan tersebut, warga diarahkan untuk bertemu dengan Ka. SPKT Polda Kalimantan Tengah.

Di ruangan Ka.SPKT, warga diterima oleh Bapak Dwi. Lalu Gusti Gelombang diminta membuat pelaporan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Tengah. Lalu, pelaporan cukup dilakukan oleh satu orang saja.

 

Tanggal 9 Mei 2015

Memenuhi arahan dari Bapak Dwi,  maka Gusti Gelombang bersama  Pak Tridari Walhi Kalimantan Tengah menemui Bapak Purnomo di Polda Kalteng. Dalam pertemuan itu Pak Purnomo meminta dijelaskan kembali kronologis kejadian kasus tersebut. Setelah mendapat uraian itu, Bapak Purnomo mengarahkan agar Gusti Gelombang menemui Kepala Dinas Koperasi Tingkat I Provinsi Kalimantan Tengah, Pak Henky Mangkin. Pak Purnomo mengkonfirmasi melalui telepon kepada Bapak Hengky, selaku Kadis Dinas Koperasi Tingkat I Provinsi Kalimantan Tengah, untuk berjumpa dengan Gusti Gelombang keesokan harinya pada 14.00 WIB.

 

Tanggal 10 Mei 2015

Pukul 14.00 WIB, Gusti Gelombang bersama Bapak Kiki (Walhi Kalimantan Tengah) bertemu dengan Bapak Hengky di ruangan kerjanya. Dari uraian yang disampaikan Gusti Gelombang serta bukti-bukti yang ada, Pak Hengky menyampaikan bahwa kasus tersebut sudah memasuki ranah hukum pidana karena pengajuan kredit dalam kasus tersebut menggunakan lembaga koperasi, akan tetapi tidak ada anggota yang terdaftar dan tercatat pada saat pengajuan kredit tersebut. Pak Hengky menyebut, kesimpulan tersebut mengacu kepada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Lalu Bapak Hengky menegaskan bahwa kasus tersebut bukan merupakan ranah pihak Dinas Koperasi melainkan ranah pihak penegak hukum.

 

Tanggal 3 Juni 2015

Gusti Gelombang mendatangi Mabes Polri untuk menyampaikan kronologis atas pelaporan yang akan dibuatkan. Setelah penyampaikan kronologis tersebut, Bagian Reskrim Mabes Polri melalui petugas yang bernama Pak Heri meminta Gusti Gelombang untuk menyerahkan  surat dan dokumen kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim)  Komisaris Jenderal Polisi Drs. Budi Waseso, S.H.  yang diterima oleh staff administrasi;

 

Pada hari yang sama atas kronologis yang telah dipaparkan di atas, Gusti Gelombang mendatangi kantor Kompolnas yang masih berada di kawasan Mabes Polri. Kepada Kompolnas diantaranya melalui Prof Adrianus Meliala ia memohon agar Kompolnas menjamin agar Polri  melaksanakan proses hukum yang adil dan transparan terhadap laporan dugaan tindak pidana pemalsuan tanda tangan tersebut.

 

Tanggal 17 September2015

Ada laporan Polisi  An. Tatang Dwi Krisdiantoro Bin Edi Sucipto pada peristiwa  Penggelapan Dalam Jabatan pada bulan Juni 2010 s/d September 2011 di kantor PT BGA dan karena  perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah)

 

Tanggal 17 September2015

Terbit surat perintah tugas dari kasat reskim untuk tugas Penyelidikan Perkara tindak pidana Penggelapan dalam Jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 374 KUH Pidana.

Tanggal 17 September2015

Terbit surat perintah penyidikan terhadap Perkara tindak pidana Penggelapan dalam Jabatan sebagimana dimaksud dalam pasal 374 KUH Pidana.

 

Tanggal 04 November2015

Terbit surat perintah penangkapan dengan pertimbangan guna kepentingan penyidikan tindak pidana penggelapan dana Rp8 juta di Kantor PT BGA.  Untuk itu  perlu dilakukan penangkapan terhadap Gusti Gelombang karena diduga telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

 

Tanggal 4 November2015 

Puluhan petugas dari Polres Kobar pada Rabu 4 November tengah malam pukul 00.30 WIB menangkap Gusti Gelombang  di kantor Sawit Watch di Bogor Jawa Barat. (*)

Berita Terbaru