Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Head to Head Angkatan Laut Amerika dan Cina di Laut Cina Selatan

  • Oleh Teras.id
  • 16 Juli 2020 - 08:20 WIB

TEMPO.COJakarta - Amerika Serikat telah menjadi kekuatan utama di laut selama puluhan tahun. Ke depan, para analis militer memprediksi kalau negara itu bakal mendapat tantangan berat dari Cina.

Keduanya yang bersaing ketat dalam kekuatan militer tersebut kini bertemu di perairan Laut Cina Selatan yang sedang memanas. Kehadiran sekaligus tiga kapal induk nuklir Amerika untuk latihan perang di sana dipercaya menjawab sejumlah klaim sepihak yang dibuat Cina di laut itu.

Pensiunan kapten Angkatan Laut Amerika yang pernah memimpin kepala intelijen di Armada Perang Pasifik, James Fanell, mengatakan kalau modernisasi angkatan laut Cina pantas diperhitungkan. Dimulai sejak 1990-an, Cina membuat armada perangnya kini berkembang pesat.

Dalam laporan tahunannya tentang Cina yang dipublikasikan tahun lalu, Kementerian Pertahanan AS menyatakan rivalnya itu telah memiliki 335 kapal perang, kapal selam, kapal amfibi, kapal patroli, dan kapal peruntukan khusus lain per tahun lalu. Kekuatan armada itu 55 persen lebih besar daripada 2005 lalu.

Secara tonase, Nick Childs dari International Institute for Strategic Studies yang berbasis di London membandingkan produksi angkatan perang Cina di laut selama 14 tahun itu setara dengan seluruh kekuatan angkatan laut yang dimiliki Inggris dan Jepang digabung menjadi satu.

Sedangkan Angkatan Laut AS saat ini tercatat berkekuatan 293 kapal. Itu hanya bertambah dua dari yang dimilikinya 15 tahun lalu. Memang ada ambisi untuk meningkatkannya menjadi 355 kapal tapi dianggap sejumlah analis tak linear dengan anggaran yang ada.

Spesialis Angkatan Laut, Ronald O’Rourke, mengatakan kapal perang dan persenjataan Cina kini sebanding dengan yang dimiliki negara Barat. Tapi untuk kapal induk, Amerika masih dominan karena Cina saat ini hanya memiliki dua kapal pengangkut pesawat tempur itu. Keduanya adalah Liaoning yang dioperasikan sejak 2012 dan Shandong yang merupakan produk 100 persen Cina pada akhir tahun lalu.

"Sebagai perbandingan, 11 kapal induk Angkatan Laut Amerika seluruhnya bertenaga nuklir--yang memberinya daya lebih besar daripada kapal konvensional," kata O'Rourke. Kapasitas angkutnya juga bisa lebih dari 60 pesawat--bandingkan dengan Shandong yang 40-an pesawat.

Sementara itu, armada kapal selam Cina, kebanyakan bertenaga diesel-listrik, bisa menjadi ancaman bagi kapal-kapal perang maupun induk Amerika. Badan Intelijen Pertahanan AS memperkirakan kalau Beijing memiliki hingga sekitar 70 kapal selam hingga tahun ini. Termasuk di antaranya adalah yang berkemampuan serang nuklir dan rudal balistik. "Kapal selam Cina dipersenjatai rudal antikapal perang, torpedo, dan ranjau," kata O'Rourke menambahkan.

Untuk armada kapal selam, Amerika Serikat kini memiliki 69 kapal. Tak termasuk kontrak pembelian yang baru diteken untuk sembilan kapal selam kelas Virginia-class dengan kemampuan serang nuklir dan kapasitas rudal Tomahawk yang lebih besar.

Di permukaan laut, laporan Pentagon tentang Cina menyebut Beijing masih menjalankan program konstruksi kapal perang yang memproduksi armada baru antiserangan udara (guided-missile cruisers), antiserangan kapal perang (guided-missile destroyers) dan antikapal selam (guided-missile frigates).

Angkatan Laut Cina juga membangun kelas baru kapal perang jenis korvet. Dimulai sejak 2013, O'Rourke mengatakan, kini sudah dioperasikan belasan kapal jenis itu. Pada September lalu, Cina juga meluncurkan kapal serang amfibi yang diperkirakan berbobot 30-40 ribu ton--menandingi kapal sejenis 44 ribu ton milik Amerika.

"Banyak pengamat percaya Cina membangun kapal-kapal itu untuk mengawal dan mempertahankan klaim-klaim di Laut Cina Selatan," kata O’Rourke.

(TERAS.ID)

Berita Terbaru