Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Sebelum Tambah Utang, Pemerintah Diminta Pastikan Proses Mitigasi yang Jelas

  • Oleh Teras.id
  • 28 Agustus 2020 - 08:45 WIB

TEMPO.COJakarta - Peneliti Indef Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Media Askar mengingatkan sebelum pemerintah mengambil utang, perlu menjalankan proses identifikasi yang menyeluruh.

"Terkait utang pemerintah, pada dasarnya selama ada proses mitigasi yang jelas bagaimana peruntukkan utang itu dan juga disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara, utang bisa dioptimalkan untuk percepatan ekonomi," kata Media dalam diskusi virtual, Kamis, 27 Agustus 2020.

Dia menilai dalam konteks Covid-19, semua penyesuaian perlu dihitung ulang, termasuk utang. Karena hal itu terkait proyeksi ekonomi ke depan.

Pada kesempatan yang sama, Ekonom Senior Indef, Aviliani mengatakan dilihat secara rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto, maksimal utang pemerintah 60 persen. Sedangkan utang rasio utang saat ini di kisaran 30 persen belum termasuk kategori bahaya.

Namun begitu, kata Aviliani, yang yang perlu diperhatikan adalah harus ada kesinambungan dengan keadaan. Dalam situasi Covid-19 dibutuhkan utang besar, maka defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN boleh di atas 3 persen.

Aviliani menyebutkan, penggunaan utang yang baik memiliki multiplier effect ekonomi karena meningkatkan penerimaan pajak dan memungkinan kenaikan kemampuan bayar utang. Yang bahaya, kata dia, kecenderungan pergantian pemerintah setiap lima tahun itu bersamaan dengan perubahan visi.

Jika visi pengelolaan ekonomi tidak berkesinambungan, dapat membuat penerimaan pajak tidak makin naik, sehingga ketergantungan negara terhadap utang semakin meningkat. "Yang masalah adalah ketika kondisinya kita tidak bisa menambah pajak, akhirnya kita gali lubang tutup lobang," ucap Aviliani.

Bila demikian adanya, menurut dia, bisa jadi pada 2050, ketika bonus demografi sudah habis, Indonesia tak siap dengan pertumbuhan berkesinambungan. "Di situ lah kita akan jadi negara gagal, karena tidak bisa membayar utang," kata Aviliani.

TERAS.ID

Berita Terbaru