Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Perusahaan HTI Disebut Tidak Pernah Sosialisasi Kepada Warga Soal Areal Lahan Mereka

  • Oleh Naco
  • 26 April 2021 - 14:35 WIB

BORNEONEWS, Sampit - Abdul Hadi saksi dalam kasus sidang perdata di Pengadilan Negeri Sampit menyebutkan kalau perusahaan apapun, baik itu HTI tidak pernah melakukan sosialisasi terkait areal tanah mereka di Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan tersebut.

"Tidak pernah ada sosialisasi sama sekali selama ini," kata saksi, Senin, 26 April 2021.

Abdul Hadi hadir sebagai saksi setelah dihadirkan Renda Ardiansyah, kuasa hukum Abdul Fatah atau penggugat dalam kasus ini. Tergugat dalam kasus ini yakni Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya.

Saat ada masalah yang membelit Abdul Fatah ini baru, kata dia, ada perusahaan HTI memasang patok areal mereka di Desa Ayawan tersebut, akan tetapi diaku saksi tidak masuk dalam areal 12 hektar lahan penggugat.

Dalam sidang itu juga terungkap kalau pihak tergugat ada mengajukan bukti surat tanah milik Abdul Fatah yang didapat dari Abdul Hadi juga.

Akan tetapi saat ditunjukkan di muka persidangan Abdul Hadi menyebutkan surat tanah jenis SPPT itu bukan di areal 12 hektare yang kini tengah bermasalah.

"Saya total jual tanah ada 5 SPPT di mana tiap SPPT ada 2 hektare, namun yang masuk dalam 12 hektare ini ada 3 SPPT saja, yang lain atas nama adik istri saya," tukasnya.

Menurut Abdul Hadi dari 3 SPPT tersebut, 2 SPPT didapat setelah membeli dari adiknya, karena sang adik sudah tidak ada di tempat sehingga dijual dengannya.

Dalam gugatan penggugat, sebelumnya disebutkan kalau tergugat dianggap melawan hukum. Apabila diperhitungkan dalam isi gugatan itu, maka penggugat mengalami kerugian yakni membeli tanah tersebut sebesar Rp 87.650.000, biaya pengelolaan lahan dan biaya penanaman kepala sawit yaitu sebesar Rp 100.000.000. Sehingga, kerugian materil yang timbul akibat perbuatan tergugat adalah Rp 187.650.000,-.

Bahwa kerugian Inmateril yang timbul akibat perbuatan tergugat yang melawan hukum sebagaimana Pasal 30 Huruf (b), Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan, yang melakukan penangkapan, hingga penahan serta penetapan penggugat sebagai tersangka adalah kerugian moril, dan penderitaan serta pelanggaran hak asasi manusia, bahwa apabila dinominalkan sebesar Rp 1.500.000.000,-.

Mereka juga dalam gugatan perdata itu, terus berlanjut memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Sampit atau Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini untuk dapat menetapkan uang paksa (Dwangsom) sebesar Rp 5.000.000.-  perhari yang harus dibayarkan oleh tergugat. (NACO/B-7)

Berita Terbaru