Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

WALHI: Putusan Pengadilan Den Haag Langkah Maju Gerakan Iklim Global

  • Oleh ANTARA
  • 28 Mei 2021 - 08:15 WIB

BORNEONEWS, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyebut putusan majelis hakim Pengadilan Den Haag, Belanda, yang memerintahkan Royal Dutch Shell (RDS) mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 45 persen pada 2030 sebagai langkah maju gerakan iklim global.

Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI (Friends of the Earth Indonesia), Yuyun Harmono, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, mengatakan, putusan itu langkah maju yang sangat besar bagi gerakan iklim internasional.

Majelis hakim Pengadilan Distrik Den Haag yang terdiri dari Larisa Alwin, IAM Kroft, dan M L Harmsen mengeluarkan putusan kasus perdata nomor C/09/571932/HA ZA 19-379 dalam persidangan terbuka pada 26 Mei 2021.

Mereka meminta RDS sebagai tergugat --baik secara langsung maupun melalui perusahaan dan badan hukum yang biasanya termasuk dalam akun tahunan terkonsolidasi dan yang bersama-sama membentuk grup Shell-- untuk membatasi atau membatasi volume agregat tahunan dari semua emisi CO2 ke atmosfer karena operasi bisnis dan menjual produk pembawa energi dari grup Shell sedemikian rupa sehingga volume itu akan berkurang setidaknya bersih 45 persen pada akhir 2030, dibandingkan dengan tingkat 2019.

Putusan itu, menurut dia, akan membuka pintu bagi gugatan yang sama di negara-negara lain seperti Indonesia di mana korporasi yang bergerak di industri ekstraktif dan perkebunan besar menikmati keuntungan ekonomi di atas kehancuran lingkungan dan iklim.

Ia mengatakan putusan itu harus ditindaklanjuti dengan mendorong aturan yang mengikat bagi korporasi untuk tunduk pada target menurunkan emisi global sebagaimana dimandatkan dalam Pemufakatan Paris (Paris Agreement) tentang perubahan iklim.

Aktivis iklim dari Jeda Iklim, Syaharani, mengatakan, putusan itu menunjukkan langkah maju setidak-tidaknya pada dua hal.

Pertama, bahwa korporasi juga memiliki kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia yang terancam pemenuhannya oleh perubahan iklim, karenanya mereka sebagai salah satu pihak yang paling berkontribusi terhadap perubahan iklim harus mengambil peran terdepan dalam upaya mitigasi perubahan iklim dengan membuat rencana mitigasi konkret.

Kedua, putusan itu mempertegas peran pengadilan dalam isu perubahan iklim. Korporasi besar harus sadar bahwa mereka bisa dimintakan pertanggungjawaban di pengadilan atas kontribusi mereka terhadap perubahan iklim.

Pengacara Friends of the Earth Belanda, Roger Cox, mengatakan, putusan itu adalah titik balik dalam sejarah. Kasus itu unik karena pertama kalinya hakim memerintahkan perusahaan besar pencemar untuk mematuhi Pemufakatan Iklim Paris.

"Keputusan ini mungkin juga memiliki konsekuensi besar bagi pencemar besar lainnya," ujar Cox.

Direktur Friends of the Earth Belanda, Donald Pols, mengatakan, putusan itu kemenangan monumental bagi Planet Bumi, untuk anak-anak dan merupakan langkah menuju masa depan yang layak huni bagi semua orang.

Milieudefensie (Friend of the Earth), Greenpeace Nederland, Fossielvrij NL, Waddenvereniging, Both Ends, Jongeren Milieu Actief dan ActionAid merupakan pihak penggugat dalam kasus perdata berkaitan dengan perubahan iklim tersebut, bersama 17.379 penggugat individu yang telah memberikan dokumen yang menunjuk Milieudefensie sebagai perwakilan ad litem mereka.

Sementara itu, Direktur Proyek dan Teknologi Royal Dutch Shell, Harry Brekelmans, dalam pernyataan persnya mengatakan tindakan mendesak diperlukan untuk perubahan iklim, itulah sebabnya perusahaan mereka telah mempercepat upaya untuk menjadi perusahaan energi nol emisi pada 2050, sejalan dengan masyarakat, dengan target jangka pendek untuk melacak kemajuan upaya mereka.

Berita Terbaru