Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Solok Selatan Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kebijakan Soal Minyak Goreng Membuat Petani Miskin, Produsen Bangkrut dan Tidak Ada Kepastian Hukum

  • Oleh Danang Ristiantoro
  • 03 Juli 2022 - 18:20 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Anggota Komisi IV DPR RI Bambang Purwanto menilai, kebijakan pemerintah soal minyak goreng yang diterapkan saat ini bukan saja membuat petani miskin dan produsen Crude Palm Oil (CPO) bangkrut, tetapi juga para pengusaha eksportir CPO dan turunannya kehilangan kepercayaan dari partner bisnisnya.

"Padahal kepercayaan merupakan faktor penting dalam hubungan bisnis maupun hubungan antar pihak. Selain kepercayaan, juga tidak adanya kepastian hukum dari pemerintah, sering berubah-ubahnya peraturan membuat hambatan pengusaha menjalankan bisnisnya," ujar Bambang Purwanto, Minggu, 3 Juli 2022.

Lanjut legislatir dapil Kalteng ini, sekalipun ekspor telah dibuka kembali namun para mitra masih ragu akibat kehilangan kepercayaan, dampak terhentinya ekspor yang tiba-tiba pasti menimbukan kerugian yang tidak sedikit termasuk kena klaim atas ketidakkonsistenan.

"Belum lagi fluktuasi harga CPO di dunia pasti gak mampu bersaing akibat beban yang berat harus ditanggung oleh eksportir, sementara stok CPO melimpah kurang lebih ada 6 juta ton akhir bulan April. Produksi CPO antara  3,7 - 4 ton per bulan, konsumsi dalam negeri sekitar 1,3 - 1,5 juta ton per bulan, artinya eskpor harus minimal 3 juta ton per bulan," terang Politisi Partai Demokrat ini.

Menurut mantan Bupati Kotawaringin Barat ini, dalam kondisi seperti ini tidak ada pilihan kecuali mendorong percepatan ekspor untuk menyelamatkan CPO yang cukup beresiko ketika disimpan lama dan para petani sawit sebelum lahan dan rumah mereka disita bank juga produsen CPO gulung tikar.

"Pemerintah harus segera mengambil langkah cepat untuk bertindak melalui langkah bijak percepat ekspor CPO, karena semakin mengkhawatirkan kondisi di masyarakat sementara harus menghadapi krisis pangan dunia," ungkapnya.

Bambang memberikan solusi, untuk segera panggil produsen CPO (GAPKI), pakar sawit, eksportir untuk membicarakan teknis terbaik dengan langkah bijak CPO tersalurkan melalui jalan tengah tanpa merugikan masing-masing pihak.

"Kemudian pemerintah harus menjamin kepastian hukum untuk mengembalikan kepercayaan. Adanya kepastian hukum pengusaha bisa berkembang yang pada gilirannya dapat menyerap tenaga kerja yang saat ini banyak pengangguran," tutur Bambang.

Ia menambahkan, penyediaan migor untuk kelompok masyarakat tertentu, melalui mekanisme subsidi BPDPKS harus dijadikan program mandatory. Migor bersubsidi dalam kemasan sederhana, alasan higienis dan mudah kontrolnya. Pendistribusian melalui Bulog yang sudah memiliki struktur serta sarana dan prasarana lengkap sampai tingkat Kabupaten/Kota, bersifat penugasan.

"Mekanisme subsidi langsung antara distributor dengan BPDPKS. Bulog selaku distributor membeli langsung dari produsen sesuai harga pasar. Kemudian distributor melakukan klaim subsidi ke BPDPKS terdiri dari selisih harga (HAK-HET), ongkos angkut sampai ke pengecer," pungkasnya. (DANANG/B-5)

Berita Terbaru