Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Solar Nelayan PPI Kumai Diduga Diselewengkan

  • 14 Maret 2016 - 19:45 WIB

AKTIVITAS tangkap ikan para nelayan yang biasa labuh tambat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kumai, Kotawaringin Barat (Kobar) akhir-akhir ini menurun. Penyebabnya, tak hanya musim pancaroba dan kurangnya permodalan, namun juga karena nelayan kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) solar untuk pergi melaut.

Salah seorang anak buah kapal nelayan PPI Kumai, berinisial MN mengatakan, kelangkaan solar untuk nelayan ini bukan karena kuota BBM yang kurang, melainkan solar yang biasa dikelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di komplek PPI Kumai itu kerap dibawa keluar PPI. Alias digunakan untuk pihak-pihak yang bukan nelayan. 'Solarnya sering dijual keluar. Harusnya itukan untuk nelayan,' ujar MN, Senin (13/3).

Pasokan BBM solar ke SPBN PPI Kumai, menurutnya, cukup besar. Dalam sepekan minimal satu tangki, volume 5.000 liter solar. 'Kadang malah seminggu dua tangki solar masuk. Tapi nyatanya nelayan sulit dapat solar. Walaupun mengantre, belum tentu bisa dapat solar. Jadi kadang banyak menganggur.'

MN menjelaskan, dalam sekali melaut, kapalnya yang berukuran 10 gross tonase (GT) membutuhkan sekitar 200 liter solar. Saat melaut, para nelayan biasanya akan menghabiskan waktu sekitar 5 sampai 6 hari. Akibat sulit mendapatkan solar, para nelayan hanya bisa melaut dua kali dalam satu bulan.

'Jadi kira-kira butuh 400 liter sebulan. Tapi itupun kalau bisa dapat solar. Kalau kapal Inkamina yang dari dinas itu malah butuh 400 liter sekali melaut,' tambah MN.

Terpisah, Kepala PPI Kumai, sekaligus Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kobar, Rudolf Ditta mengaku belum menerima laporan adanya penyalahgunaan solar di PPI.

Namun begitu, dirinya berjanji akan melakukan pengawasan ketat melibatkan tim terpadu, terkait penyalahgunaan solar nelayan. 'Tapi kalau dijual keluarpun, rasanya tidak ada yang membeli. Karena nilai oktan solarnya berbeda,' ujar Rudolf Ditta, Senin (13/3). 

(RD/B-7)

Berita Terbaru