Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Diusir Hakim, Penasihat Hukum dan Keluarga Korban Kekerasan Seksual di Bartim Keberatan

  • Oleh Agustinus Bole Malo
  • 09 Mei 2023 - 11:15 WIB

BORNEONEWS, Tamiang Layang - Penasihat Hukum dari Koalisi Anti Kekerasan Seksual Kalimantan Tengah dan keluarga korban menyampaikan keberatan atas perlakuan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tamiang Layang yang dialami dalam persidangan, Senin, 8 Mei 2023.

Sandi Jaya Prima Simarmata dari Koalisi Anti Kekerasan Seksual Kalimantan Tengah mengatakan, persidangan tersebut merupakan agenda pemeriksaan saksi pada kasus dugaan kekerasan seksual oleh salah satu Kabid pada Dinas Sosial Barito Timur di Pengadilan Negeri Tamiang Layang.

"Persidangan dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tamiang Layang yang sebelumnya dijadwalkan pada pukul 10.00 WIB dan diundur pada pukul 13.00 WIB, kemudian diundur lagi hingga sekitar pukul 17.00 WIB. Adapun pengunduran waktu sidang tersebut karena berbagai alasan yang disampaikan," ungkapnya kepada Borneonews usai sidang yang berlangsung hingga pukul 22.00 WIB itu.

Saat persidangan dimulai, tiba-tiba penasihat hukum terduga pelaku melakukan protes kepada majelis hakim atas keberadaan penasihat hukum korban dengan alasan tidak mempunyai kepentingan.

Hal yang membuat Sandi makin kecewa saat Ketua Majelis Hakim Moch. Iza Nazarudin SH MH malah menyetujui usulan penasihat hukum terduga pelaku.

"Kami selaku penasihat hukum korban merasa sangat keberatan. Sesuai dengan Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa dalam setiap pemeriksaan anak wajib untuk diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Sandi.

"Landasan hukum ini seharusnya bisa menjadi pegangan hakim serta dasar mengapa kami ada dan berada dalam segala proses pemeriksaan bahkan hingga ke pengadilan," lanjutnya.

Bahkan, menurut Sandi, dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana pelecehan seksual dalam pasal 26 ayat (1) korban dapat di dampingi pada semua tindakan pemeriksaan dalam proses peradilan, kemudian dalam ayat (2) huruf H dikatakan pendamping hukum adalah advokat dan paralegal.

Dia juga menyampaikan bahwa pada kasus ini korban yang juga sekaligus saksi yang dihadirkan merupakan anak di bawah umur sehingga seharusnya hakim memahami serta mempertimbangkan keberadaan penasehat hukum yang hadir dalam persidangan.

"Hakim juga tidak mengindahkan permintaan jaksa supaya korban tidak bertemu langsung dengan terdakwa karena korban mengalami trauma (korban menangis saat melihat terdakwa)," ujarnya.

Selain itu juga ibu kandung korban yang juga hadir sebagai saksi dan menyaksikan proses persidangan merasa bahwa ada kejanggalan dalam proses persidangan, terutama pada sikap Ketua Majelis Hakim yang dinilai intimidatif anaknya selaku korban pada kasus ini.

Berita Terbaru