Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kisruh BLH Kobar Ujian Bagi Bupati

  • 10 April 2016 - 21:11 WIB

AKSI mogok kerja sebanyak 30 Aparatur Sipil Negara (ASN) Badan Lingkungan HIdup (BLH) Kotawaringin Barat (Kobar) sejak Rabu (6/4/2016) cukup mengejutkan. Pasalnya, aksi ini dilakukan oleh abdi negara dalam suatu organisasi yang memiliki hirarki dan fungsi tugas yang jelas. 

Menariknya, aksi ini dilakukan sebagai protes terhadap kebijakan Kepala BLH Fahrizal Fitri yang dianggap terlalu ketat dalam penerapan aturan presensi (kehadiran pegawai). Kasus ini makin kontroversi al mengingat pamor BLH cukup baik karena berperan penting dalam membawa 9 Piala Adipura dan sejumlah penghargaan lainnya di bidang lingkungan hidup. 

Aksi mogok tersebut menganggu pelayanan publik di bidang lingkungan hidup dan pada akhirnya akan mengganggu roda pemerintahan secara umum.  Tulisan ini tidak bermaksud membela atau menyalahkan aksi tersebut.  Tak patut untuk memvonis salah benar, sebelum mengetahui fakta sesungguhnya. 

Tulisan ini sekadar curah gagasan bahwa di balik kesuksesan BLH terdapat sejumlah masalah besar yang jika tidak segera ditangani akan menimbulkan dampak yang lebih buruk baik secara internal maupun eksternal. 

Sebagai praktisi kebijakan publik, penulis menilai 'langkah berani' para ASN BLH Kobar--meski menabrak aturan disiplin pegawai--dengan melakukan mogok kerja selama beberapa hari tentu memiliki landasan yang kuat. Sangat tidak masuk akal jika seseorang atau sekelompok ASN yang telah memiliki loyalitas kesadaran hukum, kapasitas, intelektualitas dan profesionalitas dalam pekerjaan, berani melakukan aksi terlarang itu. 

Terlebih lagi, yang menjadi materi perkara adalah kebijakan Kepala BLH yang notabene atasan tertinggi dari para ASN tersebut. Kita tahu, dalam dunia birokrasi, loyalitas dan ketundukan kepada perintah atasan merupakan syarat mutlak yang wajib dijalankan dalam bingkai aturan yang berlaku. Terjadinya aksi mogok semacam ini, menandakan adanya kebuntuan dan kegagalan manajemen kepemimpinan dalam menyelesaikan persoalan di internal BLH. 

Peran strategis Bupati

Sesuai hirarki yang ada, maka sudah seharusnya Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Kabupaten yakni Bupati Kotawaringin Barat untuk terlibat mengatasi persoalan yang terjadi. PPK (Bupati Kobar) memiliki peran dan kewenangan strategis dalam mencari alternatif dan menetapkan solusi atas kisruh yang melanda BLH Kobar dalam koridor administrasi pemerintahan. 

Setidaknya, ada dua fungsi yang dapat dijalankan Bupati Kobar secara bertahap. Pertama adalah fungsi pembinaan terhadap para ASN yang saling bertikai. Bupati dapat mengambil peran mediasi untuk mencari akar masalah dan win-win solution. 

Kedua, adalah fungsi kekuasaan untuk melakukan mutasi/pergantian/perpindahan terhadap para ASN yang bermasalah sebagai langkah akhir, ketika tahap pertama gagal menyelesaikan konflik yang terjadi. Ketika Bupati Kobar Bambang Purwanto mampu menjalankan kewenangan secara adil dan bijaksana, maka persoalan yang terjadi akan segera tuntas dan roda organisasi BLH kembali normal. Tentu saja normal dalam artian bahwa semua pihak mau secara ikhlas menerima dan menjalankan apa yang sudah menjadi keputusan dari Bupati Kobar. 

Jika tidak, maka sama halnya dengan memelihara bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak dan menimbulkan dampak yang lebih buruk. 

Kita tentu tidak menginginkan persoalan birokrasi yang terjadi melebar ke ranah politik dengan melibatkan pihak luar seperti DPRD.

Sebab, hal ini tentu saja akan semakin membuat persoalan yang terjadi semakin kompleks dan melelahkan karena sudah melibatkan kepentingan yang lebih besar. Terlebih lagi, tahun ini merupakan tahun politik menjelang pemilihan kepala daerah pada 2017. 

Untuk itu, inilah saatnya bagi Bupati Kobar sebagai pimpinan tertinggi menegakkan kebenaran dan keadilan secara objektif. Bebas dari intervensi dari siapapun dan kepentingan apapun. Salah dalam mengambil keputusan (solusi), dikhawatirkan akan dapat menimbulkan gejolak yang lebih besar. 

Pertaruhan politik Bupati

Bisa dikatakan, penyelesaian konflik BLH merupakan salah satu pertaruhan politik Bupati Kobar. Bambang Purwanto akan semakin dipercaya kalau berhasil menuntaskan konflik yang menimpa BLH. Atau sebaliknya, semakin dibenci dan diragukan oleh publik bila tidak mampu mengatasi masalah tersebut.

Secara internal, dukungan birokrasi akan semakin memudar karena kecewa atas kebijakan yang di tempuh Bupati. Secara eksternal, kepercayaan publik kepada kepala daerah dan pemerintah daerah secara umum akan semakin tergerus karena gagal menuntaskan masalah BLH. Jangan salahkan publik jika berpikir bagaimana mungkin bisa mengurus masyarakat, jika urusan rumah tangga sendiri tidak mampu diatasi.  

Selain itu, pihak yang paling dirugikan atas konflik yang terjadi di BLH tentu saja masyarakat itu sendiri. Terganggunya roda organisasi BLH menyebabkan terampasnya hak-hak publik di bidang lingkungan hidup, baik dalam bidang perizinan maupun penanggulangan pencemaran lingkungan.  

Secara lebih jauh, kesalahan dalam menuntaskan konflik BLH dikhawatirkan akan membuka peluang bagi munculnya persoalan'persoalan lain yang jauh lebih kompleks. Ketidaktegasan dalam menyelesaikan konflik BLH akan memberikan inspirasi bagi pihak-pihak lain untuk memancing di air keruh, terlepas dari apa motif yang mendorongnya. Jika ini terjadi, maka roda pemerintahan daerah akan semakin terganggu dan terbebani oleh persoalan yang semestinya tidak perlu terjadi.  

Muhammad Zaid  

Praktisi Kebijakan Publik, tinggal 

di Pangkalan Bun


TAGS:

Berita Terbaru