Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Daging dan Janji Jokowi

  • Oleh Yohanes S Widada
  • 09 Juni 2016 - 20:19 WIB

BAGAI mimpi.  Ibu-ibuyang belanja di Pasar Besar dan Pasar Kahayan Kota Palangka Raya kaget bukan kepalang ketika mendapati harga daging mencapai Rp170-an ribu. 

Ibu-ibupun langsung teringat janji Presiden Jokowi, bahwa harga daging di pasaran menjelang Lebaran ini dipatok Rp80 ribu/kg.  Maka ibu-ibu rumah tangga yang mau belanja daging itu segera melontarkan ucapan Presiden Jokowi ke para pedagang.  'Kata Jokowi  harga daging hanya Rp80 ribu''

Pedagang daging itupun sewot, dan membalas tak kalah sengalnya.  'Ya sana, beli daging  di Jokowi saja!'

Dialog bernada panas ini menjadi ilustrasi, betapa  persoalan daging ini menjadi kian pelik.  Untuk mengatur ketersediaan daging,  pemerintah (Presiden) sudah menghadapi persoalan ruwet. Terutama menghadapi  para kartel atau mafia  (pengusaha) daging kelas kakap.  Ketersediaan daging di pasar,  sangat ditentukan perilaku-kebijakan pengusaha dalam menggelontor  pasar.  Dan (politik) dagang para pedagang  sangat berperan di sini, yaitu  menggelontor atau menahan daging tadi didalam  gudang.  Jika para pedagang besar menahan stok di gudang, otomatis  suplai sedikit dan harga di pasar melambung. 

Dan begitu ada kabar harga daging mencapai Rp170 ribu/kg, tampaknya pemerintah pusat langsung merespon.  Dalam waktu dua hari, pasar di Kota Palangka Raya dibanjiri daging. Dan,  Presiden Jokowi  (seolah)  tampak menepati janjinya. Yaitu menyediakan daging seharga Rp80 ribu/kg.

Sebanyak 1 ton daging sapi  yang digelontor Bulog dalam gelar roperasi pasar ludes dalam sekejap.  Kita tahu, pemerintah bermaksud  'menormalkan' kembali harga daging.  Tetapi kita tahu pula,  operasi pasar itu  hanyalah solusi semu.

Kita tahu persis, harga daging Rp170  ribu/kg juga merupakan harga yang tak masuk akal.  Sekali lagi, kita juga tahu persis, operasi pasar dengan harga Rp80 ribu/kg  juga merupakan intervensi pasar yang tidak logis.  Artinya,  kita tak mungkin mengobati penyakit kronis dengan obat gosok.

Kelangkaan daging tidak bisa dijawab dengan operasi pasar model begini.  Tetapi hanya bisa dijawab dengan  menambah populasi sapi dengan strategi jangka panjang yang berkelanjutan.  Celakanya, kebijakan pemerintahpun banyak yang hanya  'hangat tahi ayam'.  Sebagai contoh,  kebijakan menambah populasi secara serentak melalui program  SPR  (Sentra Peternakan Rakyat)  yang sudah dicanangkan di Kalimantan Tengah, ternyata hanya isapan jempol.

Jika begini, maka Janji Jokowi hanya akan menjadi mimpi.

Berita Terbaru