Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Modern Mereka, Tradisi Kami

  • Oleh Tim Borneonews
  • 13 Juni 2017 - 16:00 WIB

SUKAMARA, salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah. Wilayah ini banyak dipengaruhi oleh budaya Melayu baik dari segi makanan, pakaian, bahasa, bahkan budaya. Pengaruh yang terasa begitu kental masuk ke daerah yang kini dipimpin Bupati Ahmad Dirman itu, pengaruh bahasa dan budaya; seperti penambahan kata berakhiran-E setiap berbicara dan tradisi leluhur yang tak pernah luntur di era-modern seperti sekarang.

Menjelang Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha ada salah satu tradisi yang paling ditunggu warga Sukamara, khusunya remaja dan anak-anak dalam menyemarakkan hari kemenangan umat islam tersebut. Tradisi ini begitu meriah menjelang sore hari, hamparan Sungai Jelai nampak ramai dipadati warga yang berpartisipasi atau sekedar menyaksikan event budaya yang hanya dilaksanakan selama dua kali dalam setahun ini.

Sukamara memiliki tradisi budaya unik yang secara turun temurun dinamakan 'Betawakan'. Kata betawakan diambil dari bahasa Melayu yang berarti 'Saling Melempar'. Tradisi  betawakan juga hampir mirip dengan tradisi color run yang booming sejak beberapa tahun ini. 

Namun, bedanya tradisi ini berlangsung di sungai dan para peserta saling melakukan aksi lempar-lemparan bersama kelompok lain dengan bahan utama yang digunakan adalah air, dicampur beragam bahan pewarna (kesumba). Betawakan merupakan tradisi rutin yang tidak pernah dilewatkan warga Kabupaten Sukamara sebagai ungkapan rasa suka cita setelah menyambut Hari Raya Lebaran.

Betawakan juga termasuk pesta rakyat terbesar warga Sukamara yang memberikan energi positif setelah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan lamanya dan hari kemenangan pun telah tiba. Suasana sorak soranda begitu terdengar dengan gembira ketika para peserta saling menyerang di atas transportasi air masing-masing.

Tradisi betawakan berlangsung selama tiga hari, sejak hari pertama hingga hari ketiga lebaran. Puluhan kelotok, speedboat, dan perahu memenuhi sungai dan berlalu-lalang untuk meramaikan tradisi ini. Para peserta saling beraksi bersama kelompoknya untuk melemparkan senjata utamanya yaitu air. Setiap air dimasukkan ke kantong plastik berukuran kecil dan dicampur bahan pewarna (kesumba).

Siapa saja berhak ikut berpartisipasi dalam event tahunan ini. Selain orang dewasa, tradisi ini juga dimeriahkan oleh anak-anak dan remaja. Mereka sengaja menyewa kelotok, perahu, dan speedboat dengan membentuk kelompok untuk menyerang kelompok lain dan melemparkan langsung air yang sudah dibungkus campuran bahan pewarna tersebut.

Tradisi betawakan bukan hanya dimeriahkan oleh warga Sukamara, tetapi juga warga Desa Sukaramai, Kalimantan Barat, karena Sungai Jelai berbatasan langsung dengan desa ini. Segala macam persiapan untuk menyerang kelompok lain sudah dilakukan di rumah, peserta hanya turun ke sungai dan langsung beraksi.

Lantaran sudah sering diadakan selama beberapa tahun silam, warga Sukamara khususnya peserta, sudah paham benar cara bermainnya. Saling serang menyerang dengan kelompok lain dalam melemparkan senjata andalan tidak menimbulkan masalah bagi mereka, malah membuat hiruk pikuk canda tawa yang begitu menghibur. 

Meskipun yang diserang bukan musuh, hal tersebut juga menjadi bahan lelucon karena melihat rekan lain basah kuyup terkena air dan seluruh badan penuh dengan berbagai macam warna.

Tradisi yang sudah mendarah daging di kalangan warga Sukamara ini memang memberikan hiburan tersendiri yang tidak didapatkan di daerah lain, bahkan menjadi salah satu acara favorit yang ditunggu-tunggu menjelang Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Salah satu tempat andalan warga Sukamara untuk menyaksikan acara ini adalah di Dermaga speedboat. Usai melaksanakan salat Ashar warga Sukamara berbondong-bondong turun ke bantaran sungai untuk menyaksikan secara langsung acara menggembirakan itu.

Setelah berlangsung selama tiga hari tradisi betawakan ditutup dengan perlombaan perahu hias. Masing-masing RT wajib mengirimkan perwakilan untuk berpartisipasi dalam perlombaan tersebut. Terlihat jelas senyum sumringah para peserta yang begitu antusias menikmati perlombaan ini. Peserta berlomba-lomba menghiasi perahu mereka seunik dan seindah mungkin demi menghidupkan suasana betawakan agar memberikan kesan yang lebih pula di depan juri yang menilai.

Dengan diadakannya tradisi ini diharapkan warga sukamara lebih menghargai seni budaya yaitu budaya Melayu. Tradisi betawakan dan perahu hias merupakan ciri khas etnis budaya Sukamara yang sudah berjalan cukup lama dan para generasi muda khususnya di Sukamara dapat lebih menghidupkan acara tersebut dan memberikan aksi positif untuk masyarakat dalam memeriahkan hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. (Leilina Oktaviani, University Of Muhammadiyah Malang, Faculty Of Teaching and Training Education, English Language Education Department/N).

Berita Terbaru