Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Wakil Ketua DAD Kobar: Hukum Adat Tidak Bisa Ditawar-tawar

  • Oleh Wahyu Krida
  • 17 Juni 2017 - 16:16 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Wakil Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kotawaringin Barat (Kobar) yang juga pimpinan sidang dalam sidang adat yang digelar di Rumah Betang Pasir Panjang Sabtu (17/6/2017) mengatakan vonis atau putusan sidang adat tersebut tidak bisa ditawar-tawar lagi.

"Vonis atau putusan saksi adat yang diberikan pada perwira AU Lanud Iskandar tersebut, merupakan pelajaran bahwa yang bersangkutan telah melanggar etika suku Dayak. Hal ini sesuai dengan Hukum Adat Dayak Internasional Pasal 96 yaitu hidup berkesopanan, etika dan bermoral yang tinggi," jelas Sumarna.

Selain itu, perbuatan yang dilakukan oleh oknum perwira tersebut melanggar Pasal 31 Hukum Adat Dayak hasil perundingan Tumbang Anoi, barang siapa yang berkelahi di jalan umum sehingga kampung menjadi gempar, maka yang bersangkutan bisa dituntut dengan sanksi adat.

Ia dan para tokoh adat mengaku tidak bisa menerima upaya permohonan dari oknum perwira AU tersebut, agar diberi kebijakan untuk mengurangi sanksi adat yang dijatuhkan.

"Mohon maaf hukum adat tidak bisa ditawar-tawar. Pada pelaku kami berikan kesempatan pikir - pikir selama tiga hari, untuk memutuskan apakah menerima atau menolak sanksi yang diberikan. Bila yang bersangkutan menolak sanksi tersebut, maka ia kami minta mengirimkan surat penolakan sanksi adat tersebut pada DAD Kobar. Sehingga surat tersebut nantinya akan kami bawa ke DAD Provinsi Kalteng untuk pelimpahan penyelesaiannya," jelas Sumarna.

Selain itu, lanjut Sumarna, alasan perwira AU tersebut untuk meminta kebijakan pengurangan sanksi lantaran telah mendapatkan saksi secara institusi juga tidak bisa disetujuinya. "Sanksi yang diberikan oleh TNI AU pada yang bersangkutan tentunya bukan ranah kami. Keputusan yang dikeluarkan di Rumah Betang Pasir Panjang inilah yang merupakan keputusan sidang kami sebagai suku Dayak," jelasnya.

Sumarna menjelaskan, sanksi adat ini sebelumnya diajukan oleh Let 7 yang terdiri dari 7 tokoh adat, melalui perundingan secara tertutup saat sidang diskors. "Let 7 bisa dikatakan adalah tujuh orang jaksa yang bertindak sebagai penuntut. Nah dalam sidang tertutup Let 7 saya tidak boleh ikut. Lantaran saya sebagai pimpinan sidang adat, bertugas memutuskan vonis atau sanksi adat atas pengajuan saksi yang disampaikan oleh anggota Let 7. Dalam persidangan ini, anggota Let 7 adalah John Untung, Rahing, Wendy Suwarno, Edi Yuda, Awa, Ijai dan Tuah Sadek," jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa sanksi bukan bertujuan untuk melakukan pemerasan terhadap pelaku pemukulan. "Ini tentunya sebagai pelajaran bagi siapapun agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar etika dan aturan di kehidupan sehari-hari," jelasnya. (WAHYU KRIDA/B-2)

Berita Terbaru