Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Insentif Bagi Eksportir Sawit Bisa Tambah Devisa 

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 25 September 2018 - 15:20 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Penambahan insentif bagi eksportir minyak sawit dan produk turunannya bisa memperkuat cadangan devisa nasional, selain melalui ketentuan penggunaan letter of credit (L/C).

"Kebijakan terbaru pemerintah mengenai ketentuan penggunaan letter of credit (L/C) akan menarik para eksportir untuk menaruh dana hasil ekspor (DHE) ke dalam negeri," kata Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, di Jakarta, Selasa (25/9/2018).

Joko meyakinkan pemerintah bahwa mayoritas pengusaha sawit dalam negeri telah memindahkan dananya ke Tanah Air.

"Hanya saja untuk mengubahnya dari valuta asing ke rupiah, tidak serta merta bisa dilakukan. Sebab, para eksportir sawit, memiliki jadwal atau agenda terkait dengan operasional perusahaan, sehingga untuk mengonversi valasnya butuh waktu," papar dia.

Selain melalui L/C, lanjut Joko, pemerintah dapat menggenjot arus masuk DHE untuk memperkuat devisa nasional dengan memberikan insentif tambahan. Insentif tersebut, terutama dari sektor kelapa sawit, akan membuat jumlah DHE yang dipulangkan menjadi lebih besar.

"Salah satu insentif yang diharapkan oleh eksportir sawit dari pemerintah adalah pembukaan kembali akses pasar di sejumlah negara atau kawasan tujuan ekspor yang mulai tertutup. Tujuan ekspor yang dimaksud adalah Uni Eropa yang mengurangi penggunaan biodiesel dan India yang memberlakukan bea masuk impor yang lebih tinggi atas produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO)," ujarnya.

Kebijakan terbaru Negeri Bollywood tersebut, menurut Joko, membuat ekspor CPO ke negara tersebut tereduksi 30% pada tahun ini. Situasi di UE dan India tersebut diperparah oleh penurunan ekspor CPO ke sejumlah negara tujuan utama seperti Pakistan dan Amerika Serikat.

"Biasanya pada saat harga minyak sawit murah, Pakistan akan membeli sebanyak-banyaknya akan tetapi tidak untuk masa ini karena Pakistan sedang di ambang krisis ekonomi karena defisit neraca perdagangan yang sangat besar," tutur Joko. (NEDELYA RAMADHANI/m)
 

Berita Terbaru