Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Ini Isi Eksepsi Penasehat Hukum Penghina Presiden di Media Sosial

  • Oleh Danang Ristiantoro
  • 23 Mei 2019 - 20:12 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Mahdianur, penasehat hukum terdakwa Saf alias Enjoy (38) telah mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan dari jaksa penunutu umum (JPU) atas dugaan pencemaran nama baik Presiden Joko Widodo melalui media sosial.

Berikut isi nota keberatan dari penasehat hukum Saf dan telah diterima majelis hakim yang dipimpin Iman Santoso pada persidangan di Pengadilan Negeri, Kamis, 23 Mei 2019.

1. Terdakwa tidak didampingi penasehat hukum

Dalam dakwaan JPU, terdakwa telah melakukan tindak pidana dengan ancaman 5 tahun penjara sebagaimana Pasal 27 ayat (3) UU ITE atau Pasal 207 atau Pasal 208 KUHP.

Karena terdakwa tidak tahu tentang hukum, maka sepatutnya terdakwa didampingi penasehat hukum sebagaimana diatur Pasal 56 KUHP

2. Jaksa salah dalam menerapkan hukum

JPU tidak cermat kurang lengkap dalam hal ini mengungkap fakta hukum yang menyebabkan seorang warga negara ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa seharusnya diungkap juga pihak yang terlibat di dalamnya "Bukan hanya menetapkan klien kami sebagai terdakwa dalam kasus ini," ujar Mahdianur.

3. Surat dakwaan bertentangan

Pasal 55 KUHP Ketidakjelasan dari dakwaan JPU dalam melakukan tindak pidana dan tidak jelas dalam dakwaan apakah terdakwa sebagai orang yang mengedit gambar tersebut atau hanya sebagai orang yang memposting gambar-gambar yang didapat dari akun orang lain. "Menurut hemat kami jaksa penuntut umum tidak cermat dalam hal ini," tuturnya

4. Eksepsi dakwaan batal demi hukum

Surat dakwaan JPU tidak memenuhi syarat yang diminta dalam Pasal 142 ayat 2 KUHAP Dalam dakwaanya tidak menyebutkan waktu dan tempat kejadian.

Pasal pidana yang didakwakan harus cermat disebut satu persatu serta menyebut dengan cermat lengkap dan jelas.

5. Eksepsi tidak dapat diterima

Tindak pidana yang dilakukan merupakan delik aduan, tapi dakwaan terhadap terdakwa dilakukan tanpa adanya pengaduan dari korban.

Merujuk Pasal 72-75 KUHP. Apabila ketentuan ini tidak bisa dipenuhi maka akibatnya dakwaan tidak dapat diterima.

"Yang namanya pencemaran nama baik ini adalah orang yang mersasa dicemarkan. Atau orang yang melapor ini mendapat kuasa dari korban. Sekarnag dalam hal ini adalah korbannya presiden, tapi yang melapor bukan presiden. Ini ada ketidakcermatan dari JPU, sehingga hakim menerima eksepsi kami," pungkasnya. (DANANG/B-6)

Berita Terbaru