Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Penyelesaian Konflik dan Identitas Masyarakat Adat Perlu Keberpihakan Pemerintah

  • Oleh Testi Priscilla
  • 27 Februari 2020 - 15:21 WIB

BORNEONEWS, Palangka Raya - Ketua Yayasan Pemberdayaan dan Pengkajian Masyarakat dan Masyarakat Adat Kalimantan atau YPPMMA-KT, Simpun Sampurna mengatakan penyelesaian konflik dan identitas masyarakat adat perlu keberpihakan dari pemerintah, terutama bupati dan wali kota.

"Konflik dan identitas masyarakat adat di wilayah Kalimantan Tengah ini semakin menguak dan sulit diselesaikan. Akan semakin sulit diselesaikan jika tidak ada keberpihakan dari semua pihak, terutama bupati dan wali kota yang berada di tingkat kabupaten dan kota," kata Simpun saat ditemui bersama Sekretaris YPPMMA-KT, Eddy Taufan di Kantor Jalan Taurus I No 240 Palangka Raya, Kamis, 27 Februari 2020.

Pengakuan masyarakat hukum adat ini menurut Simpun sudah dilindungi undang-undang dan diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 9, Pasal 13 dan Pasal 15 Lampiran Undang-Undang tentang Pembagian Kewenagan Pemerintahan Daerah.

"Ada juga Pedoman untuk Penetapan Masyarakat Hukum Adat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, di sana ditulis sangat jelas," bebernya.

Sementara untuk pemerintah provinsi dalam UU No 23 Tahun 2014 memiliki Kewenangan pentapan yang berada lintas Kabupaten dan atau Kota, melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi. Sementara yang bukan lintas Kabupaten/Kota berada pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten dan Kota sebagai leading sector bersama camat sebagai identifikasi masyarakat hukum adat.

"Dalam penetapan masyarakat hukum adat adalah tidak mengenal kawasan hutan, untuk penetapannya sementara bagi wilayah masyarakat hukum adat yang berada di kawasan hutan setelah mendapat penetapan maka harus diajukan oleh gubernur dan bupati atau wali kota Kepada Menteri dan segera mengajukan raperda baik provinsi, atau Kabupaten dan kota tergantung wilayah yang masuk kawasan hutan," bebernya.

Jika wilayah masyarakat hukum adat berada di dalam Areal Penggunaan Lain atau APL Cukup SK gubernur dan bupati atau wali kota, tidak perlu peraturan daerah. Sementara kalau wilayah adatnya masuk kawasan hutan tetap dilakukan penetapan oleh Gubernur dan Bupati atau Wali Kota sesuai kewenagannya, hanya saja harus diusulkan pembuatan Peraturan Daerah sesuai Kabupaten dan Kota atau lintas kabupaten dan kota," jelasnya. (TESTI PRISCILLA/B-6)

Berita Terbaru