Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Cina Khawatir Eskalasi dengan Amerika Berdampak Akses ke Dolar

  • Oleh Teras.id
  • 15 Agustus 2020 - 22:40 WIB

TEMPO.CO, Shanghai – Sejumlah pihak di Cina merasa khawatir eskalasi tajam ketegangan Amerika Serikat dengan negara itu bakal membuat Beijing kehilangan akses ke pasar sistem pembayaran dolar global.

Sejumlah pejabat dan ekonom Cina mendiskusikan isu ini selama beberapa bulan terakhir dan membuat skenario terburuk.

“Opsi kemungkinan lainnya adalah pemerintah Amerika menyita sebagian besar kepemilikan utang Cina dalam dolar,” begitu dilansir Reuters pada Jumat, 14 Agustus 2020.

Kekhawatiran ini membuat sebagian kalangan di Beijing meminta pemerintah memperkuat kehadiran mata uang yuan atau renminbi secara global untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar,” begitu dilansir Reuters.

Beberapa ekonom meminta agar pembayaran ekspor vaksin Covid-19 buatan Cina dilakukan dengan menggunakan mata uang yuan.

Mereka juga mengkaji cara untuk mengabaikan sistem pembayaran dolar dengan menggunakan mata uang digital.

“Internasionalisasi Yuan adalah hal yang bagus untuk terjadi. Sekarang, ini menjadi sebuah kebutuhan,” kata Shuang Ding, kepala riset ekonomi Cina di Standard Chartered.

Shuang juga merupakan mantan ekonom di Bank Rakyat Cina mengatakan pemisahan sistem keuangan AS dan Cina menjadi semakin jelas dan dekat.

Pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah mengupayakan pemisahan sebagian ekonomi negara itu dengan Cina. Ini terjadi untuk bidang perdagangan, teknologi, dan aktivitas finansial.

Ini terjadi lewat sejumlah sanksi AS terus – menerus terhadap Cina termasuk proposal melarang perusahaan Cina mencatatkan perdagangan saham di bursa AS jika tidak mengikuti standar akuntansi.

Trump juga mengultimatum perusahaan aplikasi asal Cina seperti TikTok dan WeChat agar tidak beroperasi di AS dan harus menjual kepemilikan saham unit usaha di sana ke perusahaan AS.

“Perang finansial secara luas telah terjadi. Namun, taktik paling berbahaya masih belum digunakan,” kata Yu Yongding, eknomi di Akademi Ilmu Sosial Cina atau CASS, yang didukung pemerintah Cina.

(TERAS.ID)

Berita Terbaru