Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Selain Cina dan Korsel, Jepang juga Tertarik Bangun Pabrik Baterai Listrik di RI

  • Oleh Teras.id
  • 16 Oktober 2020 - 12:30 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Group CEO Mining and Industry Indonesia (MIND ID) Orias Petrus Moedak menyatakan, selain produsen baterai kendaraan listrik asal Cina dan Korea Selatan, investor dari Jepang juga disebut berpotensi untuk bergabung dalam proyek patungan penghiliran nikel baterai di Indonesia.

Orias menjelaskan, proyek patungan tersebut masih terbuka untuk mitra potensial lainnya. Selain dua perusahaan dari Cina dan Korea Selatan tersebut, juga tengah dilakukan penjajakan dengan perusahaan asal Jepang.

"Ada yang approach, tapi belum sejauh Cina dan Korea. Kami lihat potensi dari Jepang, tapi sementara Korea dan Cina," kata Orias dalam diskusi media, Kamis, 15 Oktober 2020.

Dua produsen baterai kendaraan listrik terbesar dunia, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL) dari Cina dan LG Chem Ltd. dari Korea Selatan sebelumnya telah menandatangani perjanjian (head of agreement) dengan PT Aneka Tambang Tbk. (Antam). Perjanjian untuk proyek baterai tersebut senilai US$ 12 miliar atau lebih kurang Rp 180 triliun.

Dalam proyek industri baterai secara terintegrasi dari hulu hingga ke hilir ini nantinya akan dibentuk Indonesia Battery Holding (IBH) yang melibatkan MIND ID, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).

Nantinya, IBH bersama anak usaha masing-masing ketiga perusahaan tersebut, serta mitra dari luar negeri akan membentuk usaha patungan tiap sektornya. Proyek JV ini melingkupi proyek smelter HPAL dan RKEF di sisi hulu, kemudian proyek precursor, proyek katoda, sel baterai dan kotak di sektor intermediate, serta ESS-charging station-power solutions hingga daur ulang di sisi hilir.

Orias menyebutkan, untuk proyek HPAL dan RKEF dipertimbangkan akan dibangun di Maluku Utara atau Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dengan estimasi nilai investasi sekitar US$ 2,5 miliar - US$ 3 miliar. Kapasitasnya mencapai 50.000 ton per tahun untuk HPAL dan 100.000 ton per tahun untuk RKEF.

Dalam produksi baterai tersebut, Orias mengatakan salah satu bahan baku yang tidak tersedia di dalam negeri adalah litium, sehingga perlu diimpor. Kalau pun ada tambang yang bisa dilepas, Orias mengatakan Mind Id siap untuk berinvestasi di sana karena demandnya yang jelas, termasuk berinvestasi di perusahaan asing.

"Kami sudah lihat dan dengar litium itu ada di (negara) mana. Karena kondisi sekarang demandnya tinggi sekali, investasi saat demand tinggi itu tentu kita akan bayar mahal. Teyapi, kita terbuka untuk melihat potensi itu," ujar Orias.

Orias berharap adanya industri baterai berjalan beriringan dengan pengembangan industri kendaraan listrik di dalam negeri. Apabila permintaan (demand) di dalam negeri tidak besar, Orias mengatakan industri akan mengarahkan untuk memenuhi pasokan (supply) global. Selain untuk kendaraan listrik, permintaan juga bisa didorong untuk kebutuhan di pulau kecil dan daerah wisata untuk energi yang ramah lingkungan.

(TERAS.ID)

Berita Terbaru