Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Tantangan Ketahanan Pangan Jadi Ujian Serius Negara

  • Oleh M. Muchlas Roziqin
  • 21 April 2018 - 06:20 WIB

BORNEONEWS, Palangka Raya – Persoalan pelik dunia sekarang ini ada soal ketahanan pangan. Daerah, atau bangsa, ataupun negara, akan bisa ‘survive’ ketika bisa mengelola produksi pangan sehingga bertahan dengan baik.

Karena itu tidak salah ada yang menyimpulkan, negara yang ‘hidup’ dan akan menguasai dunia adalah ia yang memiliki sumber dan lahan produktif yang besar. Tantangan akan ketahanan pangan ini, lantaran saat makin banyak ditemukan lahan produktif beralih fungsi.

Mengutip teori Thomas Robert Maltus, Dr. Ir. Agus Indarjo, M.Phil mengatakan, pertumbuhan manusia mengikuti deret ukur (1,2,4,8,16, dst) sedangkan ketersediaan pangan mengikuti deret hitung (1,2,3,4,5, dst).

“Konsekuensi dari teori tersebut, pada kurun waktu tertentu amaka antara jumlah manusia dengan ketersediaan bahan makanan akan terjadi ketidakseimbangan,” kata Indarjo yang sekarang menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) ini dalam kuliah umum Program Doktoral Ilmu Lingkungan UPR, Jumat (20/4/2018) sore hingga petang tadi.

Maka menurut Dosen Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, ada tugas manusia untuk menjaga lingkungannya supaya tetap memiliki daya dukung lingkungan (DDL) yang baik, tidak asal eksploitasi yang pada akhirnya memperburuk ekosistem bumi, memperburuk keberlanjutan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Terutama bagi pegiat lingkungan dan akademisi dalam bidang ini, untuk serius memikirkan soal lingkungan tersrbut. Sebab manusia-lah yang mampu mengatur dan mengorganisir supaya DDL tetap baik, berusaha ‘memperlembut’ lingkungan, menjaga lingkungan fisik dan kimia yang baik.

Kepada mahasiswa doktoral ilmu lingkungan, Pejabat Kemenristek Dikti (Sekretaris Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti) yang pernah menempuh S2 di Newcastle University, Marine Scienes and Coastal Management ini berpesan agar tidak berdiam dalam konteks ‘pembangunan dan lingkungan’ yang kadang berlawanan.

“Yang namanya pembangunan adakalanya merusak lingkungan, tetapi harus ada solusi reklamasinya. Dan harus berfikir integral, tidak melihat dari sisi ilmu lingkungan saja, tetapi harus teamwork dari ilmu lainnya, mengkaji dari sisi kelautan, kehutanan, geomorfologi, dan seterusnya

“Makanya jangan bikin AMDAL yang biasa-biasa saja, harus memperhatikan fungsi ekologi, ekosistem harus dihitung bener-bener, dan pelaksanaannya harus diawasi. Sudah banyak contoh kejadian bencana  lingkungan akibat tidak memerhatikan ini, karena human eror,” pungkasnya. (ROZIQIN/B-5)

Berita Terbaru