Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Pansus Kritik Soal Penahanan dalam Revisi UU Terorisme

  • 20 April 2016 - 20:24 WIB

KETUA Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, M Syafi'i mengkritik draf yang diajukan pemerintah terkait proses penahanan sampai penuntutan terduga teroris.

'Di UU Nomor 15 tahun 2003, dari proses penahanan sampai penuntutan diberikan waktu 180 hari. Namun dalam draf revisi yang diajukan total waktunya selama 510 hari,' katanya pada Antara di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Dia mempertanyakan, masa penahanan hingga penuntutan yang diperpanjang itu apakah ada perlindungan HAM dan apakah itu tidak melanggar HAM.

Karena itu, menurut dia, pansus akan mengkajinya secara hati-hati dan komprehensif terkait hal tersebut. 'Kami akan kaji dengan hati-hati dan komprehensif,' ujarnya.

Dia menjelaskan, semangat pansus dalam revisi UU Terorisme adalah penegakan hukum, namun tetap ada perlindungan HAM terhadap terduga teroris. Menurut politikus Partai Gerindra itu, Pansus akan melihat apakah dengan penambahan kewenangan itu bisa menjamin HAM, kalau bisa maka akan diakomodir. 'Namun apabila melalui penambahan kewenangan itu makin terjadi pelanggaran HAM maka tidak kami akomodir,' katanya.

Syafi'i mengatakan pansus berpandangan bahwa perang terhadap terorisme harus terus berlanjut. Namun penegakan hukum dan perlindungan HAM harus tetap ada.

Menurut dia, di awal revisi UU Terorisme, pemerintah menginginkan adanya hak yang lebih terutama dalam penindakan namun menjadi blunder ketika kasus tewasnya terduga teroris, Siyono. 'Kasus Siyono lalu menjadi opini yang disebut berlebihan sehingga dua titik ini kami pertemukan dalam titik yang sama, yaitu perang teroris dilanjutkan namun tidak dengan pelanggaran hukum dan harus menghormati HAM,' katanya.

Isu ini sebelumnya juga ramai didiskusikan kalangan organisasi non pemerintah. Dalam Pasal 43A draf itu disebutkan penyidik atau penuntut umum dalam rangka penanggulangan dapat mencegah orang yang diduga akan melakukan tindak pidana terorisme untuk dibawa dan ditempatkan pada tempat tertentu dalam waktu paling lama 6 bulan.

Ketentuan ini tidak menjelaskan tempat apa yang dimaksud. 'Apakah tempat tahanan seperti di LP Brimob atau tempat tahanan kejaksaan atau tempat tahanan khusus seperti yang akan dibangun di Sentul' ujar Bonar Tigor Naipospos pada Kompas.com di kantor Setara Institute, Jakarta, Kamis (3/3/2016).

Menurut Bonar, penempatan terduga tindak pidana terorisme pada tempat tertentu merupakan bentuk penahanan sewenang-wenang. 'Sementara penahanan hanya dibenarkan terhadap seseorang dengan status hukum yang jelas (tersangka, terdakwa, terpidana),' imbuhnya. (ANT/B-10)

Berita Terbaru