Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Wawancara Direktur RSPO Tiur Rumondang: Kebun Kecil Juga Harus Bersertifikat

  • Oleh Budi Baskoro
  • 20 Mei 2016 - 13:07 WIB

INISIATIF untuk mendorong produksi perkebunan kelapa sawit (palm oil) berkelanjutan (sustainable), tidak hanya ditujukan kepada perusahaan perkebunan besar. Petani-petani sawit yang menguasai lahan yang kecil pun didorong untuk berproduksi dengan standar internasional, seperti yang mengacu kepada sertifkasi RSPO, ISPO, dan lainnya. Standar global dan berkelanjutan dalam industri palm oil harus memperhatikan aspek lingkungan, minimalisasi deforestasi, menjaga area konservasi, dan menguasai lahan yang clear secara sosial dan hukum.

Salah satu inisiatif untuk mendorong petani sawit berkebun dengan memperhatikan standar itu adalah upaya pembentukan sertifikasi sawit berbasis jurisdiksi yang dilakukan oleh Yayasan Penelitian Inovasi Bumi (INOBU). Bekerja sama dengan Pemkab Kotawaringin Barat (Kobar), INOBU menggelar rapat kelompok kerja sertifikasi kepala sawit berbasis jurisdiksi di Hotel Swiss Belinn Pangkalan Bun, Kamis (19/5/2016).

Hadir pula dalam rapat kerja itu Direktur Roundtable on Sustainable Palam Oil (RSPO) Indonesia, Tiur Rumondang. Sayangnya dalam rapat yang berlangsung kurang dari dua jam itu, Tiur yang belum setahun menjabat sebagai Direktur RSPO Indonesia, tak berbicara. Beruntung, sebelumnya Borneonews  sempat mewawancarai mantan managing director Indonesia Business Council for Sustainable Development itu.

Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan Borneonews seputar pentingnya sertifikasi berbasis jurisdiksi, dan kaitannya dengan standar global dan berkelanjutan dalam industri sawit. Termasuk di dalamnya juga kaitannya agenda ini dengan kampanye IPOP (Indonesia Palm Oil Pledge), yang dikabarkan akan menolak sawit-sawit dari petani yang tak sesuai standar internasional.

Apa sih sertifikasi jurisdiksi ini Ada hubungannya dengan sertifikasi RSPO dan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil)

Sebetulnya jurisdictional ini salah satu pendekatan yang dibuat oleh beberapa kelompok, termasuk RSPO dan INOBU, untuk mengakomodir plantation-plantation yang tersebar di daerah-daerah, yang jumlahnya relatif kecil. Maksudnya area (kebun)-nya. Jadi kita harus menggabungkan mereka (kebun-kebun kecil) sehingga melihatnya itu tidak dalam konteks perusahaan, tidak dalam konteks siapa pemiliknya, tapi kepada bentangannya. Bahwa bentangannya itu ada di aera yang perlu kita perhatikan, baik konservasinya, maupun penanganan lahannya.

Concern RSPO sendiri  seperti apa

Kepentingan RSPO sebetulnya lebih kepada kita melakukan pendekatan ini untuk bisa membantu <>small holders<> (petani sawit) di Indonesia, dengan areal antara dua hektare sampai lima atau sepuluhlah ya rata-rata di Indonesia. Walaupun dalam hitungan Indonesia, itu bisa sampai dua puluh lima hektare. Tapi kebanyakan yang perlu dibantu yang di bawah itu.

Tapi yang hadir dalam rapat kerja ini kebanyakan dari perusahaan-perusahaan besar. Kaitannya bagaimana

Perusahaan besar sebetulnya, role-nya bagaimana supaya bisa menjadi lokomotif untuk yang kecil, yang di bawahnya menjadi <>suplier<>. Jadi mereka itu punya peran besar supaya siapa yang menyuplai mereka, buah-buahnya itu juga dari orang-orang yang bisa mempraktikkan sustainable agrculture di palm oil. Yang punya meals, rata-rata perusahaan besar. Tapi yang perlu diperhatikan tidak hanya mealsnya, tapi juga kebun-kebun yang kecil. Jadi sasarannya small holders.

Dan kita harus bekerja sama dengan pemerintah setempat karena bagaimanapun, pemerintah sudah punya program. Dan mereka (pemerintah) adalah pembina.

(Budi Baskoro/B-10/*)

Berita Terbaru