Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Gus Dur dan "Trio" Gus Yahya, Said Aqil Sirodj, As'ad Ali

  • Oleh ANTARA
  • 23 Desember 2021 - 20:50 WIB

BORNEONEWS, Denpasar - Bulan Desember bisa saja dianggap sebagai bulan mantan Ketua Umum PBNU dan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), karena tokoh demokrasi itu wafat pada 30 Desember 2009 atau 12 tahun silam.

Meski belasan tahun, namun ketokohannya tetap menjadi rujukan, bahkan Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) yang diadakan di Lampung pada bulan Desember (21-24 Desember 2021) pun mengait dengan namanya, karena para calon Ketua Umum PBNU memiliki kedekatan dengannya.

Gaung sosok Gus Dur di Bulan Desember dan di Muktamar ke-34 NU itu agaknya terkait dengan peran strategis NU dalam menjaga negeri ini dari perpecahan, yang peran strategis NU itu mengemuka berkat wacana yang disuarakan cucu pendiri NU KH Hasyim Asy'ari itu.

"Apapun alasannya, Indonesia nggak boleh pecah, termasuk pecah karena alasan agama," kata mantan Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagaimana dikutip 'santri' Prof KH Imam Ghozali Said dalam dialog podcast arrahim.id (18/12/2021).

Untuk menghindari perpecahan Indonesia yang disebabkan agama, Gus Dur menyebutkan Islam harus diperjuangkan dalam konteks substansi, sebab bila Islam diperjuangkan secara formal hukum/teknis atau formalisasi Islam, maka akan bermasalah terus dengan penganut agama lain, mengingat kondisi bangsa ini sangat majemuk dalam suku, agama, ras, dan antar-golongan, sehingga mudah mengundang perpecahan, padahal perpecahan itu membuat ibadah pun menjadi sulit.

"Jangan memperjuangkan formalisasi hukum Islam, formalisasi hukum Islam itu hanya untuk penganut Islam, jadikan Islam itu sebagai ruh atau substansi. Sekulerisasi jangan dibiarkan, tapi Islam juga jangan membuat orang menjadi terancam dan membuat orang lain takut, ajarkan Islam dengan pendekatan kultural, bukan dari pendekatan atas atau formal, jadikan Islam bisa diterima kelompok lain," kata Gus Dur.

Entah kebetulan atau tidak, sosok yang meramaikan bursa Calon Ketua Umum PBNU 2021-2026 dalam Muktamar Ke-34 NU di Lampung itu mirip ajang kompetisi dari murid-murid Gus Dur sendiri yakni Gus Yahya Cholil Staquf, Said Aqil Sirodj, dan As'ad Ali, meski nama terakhir disebut sebagai "calon alternatif" bila kompetisi Gus Yahya dan Said Aqil menemui jalan buntu.

1. Yahya Cholil Staquf
Yahya Cholil Staquf yang akrab disapa Gus Yahya (lahir di Rembang pada 16 Februari 1966) itu dikenal sebagai kiai/ulama dan tokoh NU yang menjabat sebagai Katib Aam PBNU serta kini menjabat Watimpres Joko Widodo.

Gus Yahya adalah saudara dari Menteri Agama KH. Yaqut Cholil Qoumas. Gus Yahya merupakan putra dari KH. Muhammad Cholil Bisri, salah satu pendiri PKB dan pengasuh pondok pesantren Roudlotut Tholibien, Leteh, Rembang, Jawa Tengah.

Kamus/buku daring "Wikipedia" mencatat Gus Yahya pernah menimba ilmu di pesantren asuhan KH. Ali Maksum di Madrasah Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Pada jenjang pendidikan tinggi, ia tercatat pernah menempuh pendidikan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada.

Berita Terbaru