Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Asal Usul Belian Bawo dan Riwayat Regan Tatau

  • Oleh Testi Priscilla
  • 18 Juni 2022 - 11:51 WIB

BORNEONEWS, Palangka Raya - Belian bawo adalah salah satu belian yang berasal dari suku Dayak Lawangan atau Luangan. Seperti dikutip dari Folks Of Dayak, komunitas anak-anak muda pemerhati dan pelestari budaya adat Dayak, suku Lawangan/Luangan pada zaman dahulu dipanggil dengan "Ulun Bawo" yang artinya orang gunung atau orang udik, tidak jarang terjadi perkelahian karena orang-orang memanggil mereka dengan sebutan "ulun bawo" karena konotasinya sangat kasar.

Asal mula adanya Belian Bawo adalah "Berurung Nampuk Langit". Belian bawo ini muasalnya dari hewan, yaitu dari suara ayam "retatak retatak retatak" ketika dikejar "nipe" atau ular, suara gongnya tersebut adalah suara katak yang bersahutan, sama halnya dengan suara kenong.

Kemudian masuk pada zaman Jaa (Kampung) "Tendung Renayas", dimana di kampung ini tidak ada hukum adat semisal anak bisa menikahi bapak, atau si ibu bisa menikahi anak, adik bisa bersetubuh dengan kakak, dan sebagainya, sehingga sering terjadi "Buo" atau sejenis petaka besar, sehingga dilaksanakan Belian tersebut untuk mencari penyebabnya hingga tuntas.

Singkat cerita berakhirlah zaman Jaa Tendung Renayas berganti menjadi jaman Jaa "Regan Tatau Mateledok Loyang Danum", nah disinilah hukum adat dan tatanan hidup itu tercipta, regan tatau itu berada di perbatasan Kalteng-Kaltim di hulu sungai Telake Kalimantan Timur.

Nah dari Jaa Regan Tatau lah akhirnya turun menuju "Bawo Kiring Bawo Kinso, Tanjung Ruang Datai Lino" sekarang berada di wilayah hulu sungai tiwei, di situ mereka terus mengamalkan Belian Bawo-Arti dari kata Bawo adalah Pegunungan Tinggi.

Awal mula Turun 8 Belian Upo 9 Belian Bawe ini. Kemudian dari sini perlahan mulai melakukan aktivitas sehingga terbagi lah mereka menjadi 3 bagian, yaitu mengikuti Jument Taboyan/Tewoyan Temanggung Tiwei Daye, mengikuti Lawangan/Luangan Tikun Lalung, dan mengikuti Usik Bentian.

Kemudian mereka terpecah karena "Tolu Ruran Pantak" artinya di wilayah itu terdapat pohon besar tempat lebah madu bersarang, disitu mereka bersepakat dan membagi 3 bagian, yaitu : jika lebah bermadu hinggap di dahan yang menghadap hilir sungai karau maka itu adalah haknya Lawangan Tikun Lalung dan kelompok Tewoyan Temanggung Tiwei Daye dan Usik Bentian tidak boleh memanen madu tersebut.

Begitu sebaliknya jika lebah bermadu didahan yang menyebrangi sungai karau maka hak yang boleh mengambil madunya adalah kelompok Jument Tewoyan Temanggung Tiwei Daye, kelompok Lawangan tikun lalung dan Usik Bentian tidak boleh mengambilnya dan dahan yang menghadap atas condong ke hulu adalah hak dari kelompok Usik Bentian.

Kemudian 8 Belian Upo 9 Belian Bawe ini terpecah disini, mereka adalah "Manarung, Ma Osau, Malala, Malimun, Odak Rosik, Kilip, Nalau, Silu, Ne Sensi, Ne Sensan dst".

Terpecahlah orang-orang bawo ini dari 3 Ruran Pantak tersebut dan mereka yang menguasai Bawo-bawo tersebut adalah Bawo Lawangan (Luangan Bawo), Bawo Kendilo (Dayak Paser), Bawo Kiring (Tewoyan Tiwei), Bawo Kinso (Tewoyan Setalar), Bawo Adang (Dayak Bentian/Benuaq hulu kepala sungai Talake), Bawo Ayo (Dayak Dusun Deah) dan lain-lain. (TESTI PRISCILLA/B-6)

Berita Terbaru