Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Mengelola Cukai dengan Batu Baturus

  • Oleh Yohanes S Widada
  • 01 November 2016 - 16:47 WIB

Oleh Dr Moh Ali Fadhillah

SEBAGAI sebuah pusat kota raja, Kotawaringin  yang berada di tepi sungai, memiliki ciri khusus. Keraton dan rumah-rumah bangsawan selalu menjadi struktur utama di ibukota. Pada aglomerasi kota-raja itu, tidak ada satupun bangunan lain yang berada di depan istana, kecuali masjid, alun-alun dan sungai.

Struktur lain dari periode yang sama terdapat di tengah sungai, dinamai batu baturus. Lokasinya sekitar 100 meter di sebelah selatan keraton. Struktur batu-batu alam yang menyilang sungai itu agaknya merupakan penghalang untuk tempat para pejabat cukai mengontrol lalu lintas perahu yang melewati ibukota.

Kala itu, tampaknya  fungsi-fungsi perdagangajn sudah dijalankan  para pejabat keraton.  Dan perdagangan itulah yang dikelola oleh para pejabat cukai. Terutama sekali mata dagangan berupa hasil hutan dimilirkan dari hilir, dan diberhentikan pejabat sebelum masuk ke depan istana. Kotawaringin memang tercatat memiliki mata dagangan hasil hutan yang sangat dibutuhkan dunia.

Periode keraton kedua, Istana Nurhayati atau Gadong Bundar, dimulai sejak pemerintahan raja VII, Ratu Bagawan Muda (1727-1767) dan berakhir pada tahun 1811 pada awal masa pemerintahan raja IX, Pangeran Ratu Imanuddin.

Berdasarkan sisa-sisa tiang kayu ulin insitu pada tempatnya semula, keraton itu terletak di sebelah selatan Astana Alnursari, atau sekitar 420 m di selatan keraton pertama. Menurut Von Gaffron (Pijnappel Gzn., 1860: 280), keraton tersebut didisain menurut model bangunan keraton Jawa. 

Sebagai pembanding, keraton di Jawa umumnya merupakan kompleks bangunan dengan ciri utama berdenah segi empat dengan atap limasan yang memberinya kesan bundar di bagian atas.

Dalam tradisi lisan diceritakan bahwa Istana Nurhayati mengadopsi denah segi empat, yang membedakannya dengan karya arsitektur rektanguler seperti pada Keraton Kuning di Pangkalan Bun.

Barangkali karena bentuknya yang segi empat dan atap limasan, Keraton Nurhayati disebut juga Gadong Bundar. (yoh/*)

Berita Terbaru