Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Warga Sungai Sekonyer Ancam Pindah ke Kampung Asal

  • Oleh Raden Aryo Wicaksono
  • 01 Februari 2017 - 20:30 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Aktivitas penambangan liar di Sungai Sekonyer, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat mengakibatkan warga yang tinggal di sekitar sungai menderita.

Sebab, aksi penambangan liar telah mencemari lingkungan sehingga mengancam kesehatan dan penghidupan masyarakat.

Tidak ingin ancaman itu benar-benar terjadi, warga Desa Sungai Sekonyer pun meminta pemerintah dan aparat penegak hukum segera memberantas praktik ilegal tersebut.

Jika tidak kunjung dilakukan, warga berniat meninggalkan Desa Sungai Sekonyer dan kembali ke kampung asal mereka.

Sekretaris Desa Sungai Sekonyer Taufik mengatakan, desa tersebut bukanlah tempat awal warga bermukim.

Awalnya, permukiman warga berada di seberang sungai atau di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) dengan nama Tanjung Harapan.

Sedangkan wilayah Desa Sungai Sekonyer dulunya adalah lahan pertanian warga.

Warga desa terpaksa pindah ke seberang Sungai Sekonyer lantaran wilayah permukiman mereka di Tanjung Harapan dijadikan kawasan konservasi TNTP.

Taufik mengakui, banyak warga yang berharap bisa kembali ke Tanjung Harapan. Terutama pascamerajalelanya tambang emas dan zirkon di Sungai Sekonyer yang mengakibatkan lingkungan desa tercemar dan tidak sehat.

"Makanya, kalau tambang-tambang itu masih dibiarkan dan kami tetap seperti ini, lebih baik kami kembali ke seberang (Tanjung Harapan) saja. Kami dipindahkan ke sini, tapi kalau airnya malah seperti ini mau bagaimana," kata Taufik, Selasa (31/1/12).

Warga Desa Sungai Sekonyer, Hadeli, menuturkan dulu air yang mengalir di desa tersebut jernir. Baik di daerah hulu maupun hilir. Bahkan sampai ke muara sungai tetap jernih.

Namun pada sekitar tahun 1992, air Sungai Sekonyer mulai keruh. Hal itu disebabkan merajalelanya penambangan ilegal menggunakan mesin sedot di bagian hulu sungai.

"Dulu anak-anak bahkan berani berenang. Sekarang tidak lagi. Soalnya dulu jernih dan kelihatan dasar sungainya. Sekarang keruh dan tidak tahu ada buayanya atau tidak. Kalau tidak salah, tambang itu sudah masuk sekitar tahun 1988 tapi masih tradisional. Baru tahun 1990-an mereka (penambang) pakai mesin sedot dan akhirnya sekarang keruh begini," kata Hadeli. (RADEN ARYO/B-3)

Berita Terbaru